Penggunaan dan Cara Menulis Aksara Jawa


Itu kan aksara Thai, kok nggak sync sama judul blognya. - Iya, iya. Saya juga tahu itu aksara Thai.

Terus maksudnya apa?

Kalian lihat, bukan? Di Thailand, aksara Thai tetap lestari sampai 700 tahun lebih sejak pertama kali diperkenalkannya. Bahkan di era modern yang mana saat ini huruf latin laris dipakai, Thailand masih menggunakan aksara Thai-nya dalam kondisi apapun. Pada nama jalan, gedung pemerintahan, dan lain-lain, bahkan seragam anak sekolahan (yang sering nonton film Thailand pasti tahu). Kalau saja di Indonesia seperti itu, bayangkan setiap daerah memiliki aksara yang berbeda. Hal tersebut akan menjadikan keunikan tersendiri dari Indonesia, yang akan menarik minat wisatawan lokal dengan daerah yang berbeda maupun mancanegara. Setahu saya (karena saya memang tidak tahu apa-apa), hanya Jogja yang menggunakan aksara kuno (aksara Jawa baru / hanacaraka) pada nama-nama jalan, atau beberapa bangunan penting. Andai saja setiap daerah di Indonesia seperti Jogja. *think


Nama Jalan di Yogyakarta

Nama Jalan di Surakarta


Aksara Jawa kuno (bukan hanacaraka), sejajar dengan aksara Thai. Aksara Jawa Kuno diturunkan dari aksara Kawi. Aksara Thai diturunkan dari aksara Khmer. Sementara aksara Kawi dan Khmer, sama-sama diturunkan dari aksara Brahmi Selatan.


Pada periode Hindu-Buddha sekitar abad ke-7, aksara yang digunakan adalah aksara Kawi yang seiring waktu berevolusi menjadi aksara Jawa Kuno. Baru pada abad ke-17, aksara Jawa Baru mulai dimodernisasikan menjadi hanacaraka yang sekarang ini kita kenal. Hanacaraka diambil dari urutan lima huruf pertama.


Aksara Jawa Baru, atau hanacaraka ini hanya memiliki 20 huruf konsonan (aksara legena) serta pasangan. Pasangan, ialah huruf yang berada di belakang huruf mati namun tidak berada di belakang kata/kalimat. Misalnya tulisan: Cinta; ca wulu - na - pasangan ta.







Aksara Murda (huruf kapital), cara penggunaannya sama dengan tatanan bahasa Indonesia. Hanya saja huruf ini memiliki 10 huruf saja, yaitu na, ca, ka, da, ta, sa, pa, nya, ga, ba; namun 2 huruf jarang digunakan, yaitu: ca, dan da.
Uniknya pada aksara murda (huruf kapital jawa) ini kapital tidak selalu berada di depan, melainkan bisa juga di tengah. Misalnya Indonesia, I (aksara swara), Na (aksara murda), pasangan da (aksara legena), dan seterusnya aksara legena.
Untuk sebuah kata yang awalannya tidak memiliki aksara murda, dapat dilakukan dengan cara mengambil huruf murda pertama dalam satu kata tersebut. Misalnya tulisan Cinta (nama orang), karena ca murda jarang digunakan maka, ca wulu (aksara legena), Na (aksara murda), pasangan ta (aksara legena).
Jika dalam satu kata tersebut tidak terdapat aksara murda namun merupakan kata yang harus ditulis dengan huruf kapital, maka tetap ditulis dengan aksara legena. Misalnya kata: Malang, ma (aksara legena), la (aksara legena) ditambah cecek.

Aksara Rekan, ialah aksara tambahan. Sesuai dengan namanya, aksara rekan ini merupakan aksara legena yang ditambahi tiga cecek di atasnya. Terdiri lima huruf saja yaitu: Kh, F/V, Dz, Z, dan Gh/Q. 


Aksara  Swara, (huruf vokal). Aksara ini sejajar dengan aksara murda, dipakai sebagai huruf kapital yakni untuk nama orang, tempat, dan sejenisnya. Untuk kata-kata biasa, huruf vokal biasanya menggunakan aksara Ha legena. Misalnya: Mau apa? - Mahu hapa? (menggunakan aksara legena semua). Aksara swara terdiri dari lima huruf: a, i, u, e, o dan tidak memiliki pasangan. 
 
Aksara Ganten, aksara ini merupakan pengganti aksara yang mendapat sandhangan pepet. Ada dua aksara ganten, yakni le dan re. Cara baca aksara ini sejajar dengan cara baca 'se' dalam kata 'seperti'.



Sandhangan, aksara yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan tanda diakritik yang selalu digunakan bersama dengan aksara dasar. Terdapat tiga sandhangan yaitu: swara (Vokal), sesigeg (penegas), wyanjana (penyambung konsonan).
 
ka (legena) dan para sandhangan-nya.


Mari saya jelaskan urut mulai dari pojok kiri atas sampai pojok kanan bawah.
  1. Ka. Ka legena. ka tersebut kadang kala dibaca 'ko' dalam kata 'kopi' tapi tidak digunakan untuk menulis huruf o.
  2. Kha. itu sebenarnya pasangan ka, penggunannya misalnya pada kata 'basket', nah huruf 'k' dalam kata basket, menggunakan 'k' seperti ini, pasangan ka.
  3. Qa, aksara ini jarang digunakan. Biasanya untuk lafal 'Qa' ditulis dengan gha murda.
  4. Kka. nah ini k double. di situ terlihat jelas, setelah ka legena ditambah pasangan ka-nya sendiri. sehingga k legena mati dan pasangannya dibaca ka, seluruhnya dibaca kka.
  5.  *skip* Ki. ka legena ditambah wulu. wulu disini tanda baca 'i'. (sandhangan swara)
  6. Kĕ. tanda baca vokal ini disebut juga pĕpĕt. cara bacanya seperti 'ke' pada 'kepala' (sandhangan swara) sandhangan ini digunakan untuk semua aksara kecuali aksara ra dan la legena.
  7. Kar. (sandhangan sesigeg) sesigeg 'r' disebut layar, sehingga bila ka legena ditambah layar dibaca 'kar'
  8. Kha. aksara rekan
  9. Kang. (sandhangan sesigeg) sesigeg 'ng' disebut cĕcĕk, sehingga bila ka legena ditambah cĕcĕk dibaca 'kang'
  10. Kah. (sandhangan sesigeg) sesigeg 'h' disebut wignyan, sehingga bila ka legena ditambah wignyan dibaca 'kah'
  11. Ku. (sandhangan swara) tanda baca vokal ini disebut suku.
  12. Kre. (sandhangan wyanjana) nama sandhangan ini adalah cakra rĕ atau kĕrĕt. sandhangan ini digunakan hanya untuk aksara yang disambung dengan rĕ. misalnya kata: 'kremes'
  13. Kra. (sandhangan wyanjana) nama sandhangan ini, cakra. hanya digunakan untuk aksara yang disambung dengan ra. misalnya: 'putra'
  14. Kru. (sandhangan wyanjana) nama sandhangan ini adalah cakra ru. sandhangan ini hanya digunakan untuk aksara yang disambung dengan ru. misalnya: 'krupuk'
  15. Kya (sandhangan wyanjana - pengkal) dan Kyu (pengkal u). digunakan untuk misalnya: kyai . masyumi.
  16. Kna, Knu, Kwa, Kwu. (termasuk sandhangan wyanjana)
  17. Ke. tanda baca vokal ini disebut taling. (sandhangan swara) e disini pelafalannya sama seperti 'e' dalam kata 'enak'.
  18. Ko. tidak ada dalam gambar di atas, namun cara penulisannya adalah dengan menaruh taling pada awal penulisan, lalu huruf (misalkan ka legena) pada tengah penulisan, dan  sandhangan bernama 'tarung' yang berbentuk seperti angka 2, maka tulisan tersebut dapat dibaca 'ko'.
  19. terakhir '-k' merupakan ka legena yang di-pangkon atau dipateni misalnya gak, ga legena ditambah ka legena yang dipangkon. pangkon termasuk sandhangan sesigeg, namun penggunaannya luas untuk mematikan aksara apa saja kecuali r, ng, dan h. untuk sandhangan sesigeg ini penggunannya hanya pada akhir kata, pada tengah kata digunakan pasangan.


Bagaimana? Aksara Jawa ini tidak terlalu ribet daripada aksara Thailand yang akhir-akhir ini juga saya pelajari gara-gara terlalu sering nonton film Thailand. Namun pengajarannya juga tidak bisa dilakukan secara instan, dan harus diajarkan secara dini mulai TK misalnya atau paling lambat SD/SMP dan paling tidak SMA sudah harus menguasai. Begitu bisa dibilang Indonesia yang cinta budaya, apalagi orang Jawa, belajar aksara Jawa merupakan tanggung jawab tersirat kalau ingin melestarikan budaya.

Harapan saya pribadi, untuk daerah yang masih menggunakan bahasa Jawa ataupun sekalian pulau Jawa, aksara Jawa harus dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Bisa jalaran saka Kulina